widgets
ivank gribatako.blogspot
ivank gribatako.blogspot

Selasa, 14 Oktober 2014

kota mekah

Sejarah Kota Mekah (1/2)

Sejarah Kota Mekah (1,2) 2
Pada abad ke IX SM, Nabi Ibrahim ‘alaihi shalatu wa salam keluar dari kampung halamannya di Syam menuju tanah Hijaz, menuju suatu lembah yang gersang, tidak memiliki tanaman, dan dipagari bukit-bukit berbatu. Di sinilah lahir sebagian dari keturunan Nabi Ibrahim, mengemban dakwah tauhid, dan kemudian tersebar ke seluruh penjuru dunia. Di kemudian hari negeri tersebut disebut Mekah.
Memang Mekah adalah daerah yang gersang tidak memiliki tumbuhan, cuaca yang terik dengan curah hujan yang rendah, namun daerah ini memiliki tempat tersendiri di hati umat Islam, wilayah ini dan penduduknya senantiasa dirindukan oleh hati-hati orang yang beriman. Yang demikian merupakan berkah dari doa Nabi Ibrahim yang Allah abadikan dalam firman-Nya,
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37)
Kapan Mekah Pertama Dihuni Manusia?
Tidak ada sumber yang benar-benar bisa dijadikan pijakan, kapan Mekah pertama kali dihuni atau siapa yang pertama kali memimpin di Mekah. Oleh karena itu, sejarawan berbeda pendapat dalam masalah ini. Ada yang mengatakan, penghuni pertama Mekah adalah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Alasannya, (1) Dalam doa Nabi Ibrahim di atas, beliau tidak menyebutkan balad (negeri), tetapi disebut dengan wadi (lembah), artinya tempat tersebut sepi tak berpenghuni. (2) Tidak ada ayat-ayat atau hadis-hadis yang shahih menjelaskan atau mengisayaratkan tentang kisah Mekah sebelum kedatangan Nabi Ibrahim. (3) Tidak ada syariat mensucikan Ka’bah dan menjadikan Mekah sebagai tanah haram serta menyeru manusia untuk mendatanginya kecuali setelah Nabi Ibrahim meninggali tempat tersebut.
Pendapat yang lain menyatakan bahwa sejarah Mekah tidak hanya dimulai pada masa Nabi Ibrahim atau nabi dan rasul sebelum beliua, bahkan sejarah Mekah telah ada sejak zaman Nabi Adam ‘alaihissalam. Mereka yang berpendapat demikian berargumentasi dengan ayat Alquran:
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS. Ali Imran: 96)
وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا
Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku…” (QS. Al-Hajj: 26)
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 127)
Ayat pertama menjelaskan bahwa rumah pertama dibangun untuk manusia adalah rumah yang berada di Bakkah atau Mekah, sedangkan Nabi Ibrahim bukanlah manusia pertama otomatis rumah pertama tersebut bukan dibangun oleh beliau. Adapun kedua dan ketiga mengisyaratkan bahwa Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihimassalam bukanlah orang pertama yang membangun Ka’bah, keduanya hanya meninggikan bangunan tersebut.
Dengan demikian –menurut orang-orang yang memegang pendapat yang kedua-, Mekah sudah dimakmurkan sebelum Nabi Ibrahim memakmurkannya, bahkan ada yang mengatakan Mekah memiliki fase-fase yang berbeda di setiap zamannya. Kota tersebut pernah menjadi kota yang hijau ditumbuhi tanaman dan juga mengalami masa-masa kegersangan. Oleh karena itu, Mekah disebut ummul qura, ibunya negeri-negeri.
Kesimpulannya, kedua pendapat ini adalah buah dari analisis yang masing-masing memiliki argumentasi, bisa jadi yang pertama benar dan yang kedua salah, demikian juga sebaliknya. Keduanya memiliki kemungkinan benar.
Masa Nabi Ibrahim Menetap di Mekah
Nabi Ibrahim mengajak keluarganya menuju ke Mekah, lalu atas perintah Allah beliau meninggalkan istrinya, Hajar, bersama anaknya yang masih kecil bernama Ismail di lembah yang kering berbatu tersebut. Setelah beberapa tahun Nabi Ibrahim kembali ke Mekah. Beliau melihat lembah tersebut telah berubah; di sana sudah terdapat sumber air, dan ada masyarakat ikut tinggal di sana bersama istri dan anaknya, yakni kabilah Jurhum. Anaknya Ismail sudah beranjak tumbuh dan membaur bersama masyarakat. Mekah pun menjadi tempat orang-orang asing singgah dan cahaya agama muncul di sana.
Setelah itu, Nabi Ibrahim dan Ismail diperintahkan untuk membangun atau mengembalikan keadaan Bait al-Haram sebagaimana sedia kala. Ketika bangunan itu sempurna, Nabi Ibrahim diperintahkan menyeru manusia untuk berhaji ke Bait al-Haram. Dengan demikian semaraklah kota tersebut dan terkenal di kalangan masyarakat Arab.
Perintah Allah dan tujuan menetapkan keluarganya di Mekah telah Nabi Ibrahim tunaikan, beliau pun meninggalkan kota tersebut dengan mengamanatinya kepada anaknya Ismail.
Masa Antara Nabi Ismail dan Qushay (Quraisy)
1.      Masa Nabi Ismail
Nabi Ismail ‘alaihissalam hidup selama 130 tahun. Dalam rentang waktu satu abad tersebut, beliau mengalami dua kali pernikahan. Istri pertama dari kabilah Qathura dan yang kedua dari Jurhum. Ayahnya, Nabi Ibrahim, pernah datang ke rumah Nabi Ismail di Hijaz akan tetapi mereka belum berjumpa pada saat itu, Nabi Ibrahim hanya berjumpa dengan istri dari anaknya ini. Mendengar banyak keluhan dari sang menantu, akhirnya Nabi Ibrahim memerintahkan putranya Ismail untuk menceraikan istrinya. Lalu menikahlah Nabi Ismail dengan wanita dari kabilah Jurhum.
Nabi Ismail dianugerahi 12 orang anak buah dari pernikahannya dengan wanita Jurhum. Anak-anak Nabi Ismail ditugasi untuk merawat Ka’bah, mengajarkan manasik haji, dan mendidik para jamaah haji dengan ajaran tauhid. Ada yang mengatakan bahwa anak-anaknya ini termasuk dari kalangan nabi namun bukan rasul.
Sepeninggal Nabi Ismail, penjagaan Baitullah al-Haram diamanatkan kepada putranya Nabit. Setelah itu para sejarawan berselisih pendapat apakah Nabit menguasai daerah ini hingga wafatnya atau ia serahkan kepada paman-pamannya dari kabilah Jurhum.
2.      Jurhum Menguasai Mekah
Ibnu Hisyam menjelaskan dalam sirahnya, bahwa yang memerintah Mekah adalah dua kabilah besar, Jurhum dan Qathura. Jurhum memerintah wilayah utara Hijaz dan Qathura mengatur wilayah Selatannya. Keadaan demikian terus berlangsung hingga terjadi perselisihan antara dua kabilah ini yang mengakibatkan peperangan. Untuk memecah kebuntuan dan mengakhiri konflik, akhirnya dua kelompok ini mengadakan perundingan, hasilnya Jurhum menjadi kabilah yang memimpin Mekah.
Setelah lama berkuasa, mulailah kecongkakan dan sifat sewenang-wenang muncul di tengah orang-orang Jurhum. Mereka mulai lalai dalam mengurus Baitullah al-Haram, berbuat sewenang-wenang terhadap para peziarah yang berkunjung ke sana, bahkan melakukan perbuatan keji di dalam atau di dekat Baitullah al-Haram. Dua buah berhala yang bernama Isaf dan Nailah adalah sepasang manusia yang melakukan perbuatan keji di dekat al-Haram. Walaupun kisah mereka diriwayatkan dari tukang cerita, akan tetapi setidaknya hal itu menggambarkan situasi masyarakat Mekah saat itu.
3.      Jurhum Diusir dan Khuza’ah Berkuasa
Berita-berita tentang kezaliman yang dilakukan oleh kabilah Jurhum membuat kabilah-kabilah lainnya pun mulai meresponnya. Lalu berserikatlah bani Abdu Manat dengan Khuza’ah untuk menggulingkan Jurhum dari tahta mereka. Peperangan pun tak dapat dielakkan lagi, Jurhum tak mampu mengatasi sekutu Bani Abdu Manat dan Khuza’ah. Akhirnya mereka pun terusir dari Mekah setelah mendiami tempat tersebut selama beberapa generasi.

SEJARAH PASUKAN GAJAH MENYERANG MAKKAH


Makkah, di penghujung  Februari 571 M. Hari ini tepat 50 hari sebelum nabi Muhammad saw lahir, ketika 6 ribu tentara berduyun-duyun mendatangi Makkah untuk menghancukan Ka’bah. Pasukan itu dipimpin Abrahah bin ash-Shabbah al-Hasbasyi, penguasa yang menjadi bawahan an-Najasyi di negri Yaman.
Abrahah sangat bernafsu meluluhlantakkan Ka’bah. Mengapa? Karena ia terganggu dengan kehadiran banyak orang ke Ka’bah. Seperti diketahui saat itu Abdul Muthalib menjadi pemimpin Makkah. Ia sangat mencintai Ka’bah seperti yang diperintahkan nenek moyangnya, nabi Ibrahim as. Ia berusaha sekuat tenaga untuk melindungi Ka’bah. Orang-orang pun berbondong-bondong mendatangi Ka’bah sebagai tempat ibadah meski tak sesuai lagi dengan ajaran nabi Ibrahim as. Karena mereka menyembah berhala di sekitar Ka’bah.
Ini tidak disukai Abrahah. Ia merasa jengkel. Abrahah berada dibarisan terdepan sebagai orang yang membenci Ka’bah. Sebagai pengalih perhatian orang-orang, ia membangun sebuah gereja berlapis emas, di kota Shan’a, untuk menandingi Ka’bah, tetapi hanya sedikit orang yang datang.
Abrahah marah, ia bertambah geram ketika mengetahui pada suatu malam, seseorang dari Bani Kinanah berhasil masuk ke gerejanya. Orang ini masuk ke gereja dengan cara mengendap-endap, lalu melumurkan kotoran ke pusat kiblat gereja tersebut. Amarah Abrahah tidak tertahakan lagi. Ia pun berniat menghancurkan Ka’bah dengan pasukan gajahnya.
Abrahah segera memerintahkan panglimanya untuk segerah menyiapkan 6.000 prajurit dan sembilan atau 13 ekor gajah untuk menyerang Ka’bah. Persiapan perangpun dilakukan. Semua perlengkapan perang dikeluarkan dan dibawa untuk menghancurkan Ka’bah. Setelah siap, pasukan Abrahah pun berangkat menuju Makkah.
Abrahah berada paling depan, memimpin pasukan dengan penuh kesombongan. Ia mengendarai gajah yang paling besar bernama Mahmud. Tubuh gajah yang besar membuat bumi seolah terguncang ketika kaki hewan-hewan tersebut serentak menjejak tanah.
Abrahah menghiasi pasukan gajahnya dengan kain-kainan. Ia sangat yakin dengan sekali gebrakan, Ka’bah akan hancur oleh pasukan gajah yang dimilikinya. Iring-iringan pasukan Ka’bah terus mendekati Makkah. Mereka yakin akan mampu meluluhlantakkah Ka’bah hingga berkeping-keping.
Kabar pasukan gajah didengar oleh penduduk Makkah. Suasana kota mencekam. Orang-orang Quraisy melarikan diri ke bukit dan gunung menghindari ancaman yang segera datang. Seketika itu juga suasana Makkah hening. Makkah seperti kota mati tiada berpenghuni.
Pasukan gajah kian mendekati Makkah.  Setibanya mereka di Wadi Muhasir, wilayah yang berada di antara Muzdalifah dan Mina, terjadi sebuah peristiwa aneh. Ketiga belas gajah itu tiba-tiba berhenti, tak mau berjalan lagi, mereka kemudian duduk di atas padang pasir yang tandus. Sesekali belalai mereka dikibas-kibaskan untuk mengusir debu yang diterbangkan angin.
Gajah-gajah itu pun tidak mau berjalan menuju Ka’bah. Setiap diperintahkan berjalan menuju ke arah selatan, utara, dan timur, gajah-gajah itu bangun dan berlari. Namun apabila diarahkan ke Ka’bah, gajah-gajah itu duduk dan tidak mau berjalan. Abrahah dan bala tentaranya heran. Mereka bingung, tak tahu apa yang terjadi dengan gajah-gajah itu.
Di tengah kegalauan mereka, tiba-tiba muncul burung-burung yang berterbangan di atas pasukan gajah. Jumlahnya cukup banyak. Abrahah dan bala tentaranya terkesima. Kepala mereka mendongak ke langit. Burung-burung itu berbentuk laksana besi berpengait (khathathif) dan lekukan tubuhnya seperti bentuk kacang adas (balsan).  Suara dengungan terdengar kencang, hingga membuat pasukan Abrahah menutup telinganya dengan tangan.
Saat pasukan abrahah masih terkesiap, tanpa diduga, burung-burung itu memuntahkan bebatuan yang terbakar. Abrahah dan pasukannya terkejut. Mereka kocar-kacir.  Berlarian lintang pukang tak tentu arah untuk menyelamatkan diri.
Setiap burung melemparkan tiga buah batu, satu di paruh dan dua di kakinya. Bila batu itu mengenai seseorang, tubuh orang itu akan berlubang seperti daun dimakan ulat. Tidak semua dari mereka terkena lemparan batu. Diantara pasukan Abrahah itu ada yang dapat melarikan diri, tetapi karena berdesakan, banyak dari mereka yang terjatuh dan terinjak oleh temannya sendiri yang juga berlari menyelamatkan diri.
Abrahah berhasil menyelamatkan diri. Namun, setibanya di shan’a, ia menderita peyakit aneh, peresendiannya lepas satu per satu. Abrahah seperti anak burung yang terbelah dadanya, hingga jantungnya menyembul keluar, lalu mati.
Peristiwa ini dengan cepat menyebar hingga terdengan di Romawi, Persia, dan Habasyah. Dunia pun gempar, hampir tidak mempercayai kejadian itu. Mereka heran dengan peristiwa yang menimpa Abrahah dan pasukannya. Apa yang sebenarnya terjadi? Mereka tak menduga jika Abrahah yang seorang Raja termahsyur dan mempunyai pasukan gajah bisa kalah dan gagal menghancurkan Ka’bah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar